Kamis, 24 Januari 2008

Kurangnya Ketersediaan Air Bersih Akibat Pencemaran Teluk Kendari

Ketersediaan Sumber Air Baku

Air baku yang mensuplai kebutuhan manusia terdiri dari air tanah dalam atau Artesis dan air tanah permukaan atau Preatis. Artesis diperoleh hasil pemboran dari sumber lapisan tanah kedap air sedangkan air permukaan diperoleh dari peresapan atau evaporasi pada lapisan tanah seperti laut, sungai, danau, waduk dan sumur. Persedian air di bumi tidak terbatas karena terjadi pada daur atau sirkulasi tetap mulai penguapan karena penyinaran membentuk kondensasi atau awan kemudian turun hujan didaratan bahkan sampai pegunungan. Air hujan sebagian mengalir kepermukaan menjadi banjir, dan meresap menjadi mata air sungai atau danau kemudian mengalir menuju kelaut akhirnya menguap kembali dan seterusnya(Daur Hidrology).

Air baku dapat dimanfaatkan langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari seperti sumber pengairan, sumber energi, sumber air minum dan sebagainya. Kondisi air baku setiap daerah/ wilayah berbeda-beda, hal tersebut dipengaruhi kondisi lingkungan setempat yaitu pada daerah orsinil dan tingkat kepadatan penduduk rendah akan mendapatkan air bersih sedangkan untuk wilayah tingkat kepadatnnya tinggi seperti diperkotaan kadar air sudah terkontaminasi dengan lingkungan tercemar sehingga sulit untuk mendapatkan air bersih. Ketersediaan air baku perlu dipertahankan sehingga tidak sulit mendapatkannya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mempertahankan fungsi hidrologis hutan sebagai penampung air sehingga debit air tidak berkurang dan menjaga air permukaan agar tidak tercemar.

Kebutuhan air untuk konsumsi dari air baku dilakukan secara manual dan sistim perpipaan langsung dinikmati oleh masyarakat atau pompanisasi. Kebutuhan air besih dan sehat dari air baku dilakukan dengan cara pemanasan, filterisasi dan ultra violet menggunakan teknologi. Air bersih belum tentu sehat dan dapat dikonsumsi sebagaimana mestinya, namun air yang dikonsumsi haruslah air bersih.

Timbulnya Pencemaran Air

Sejak dahulu kala orang cenderung kurang peduli terhadap timbulnya pencemaran air khususnya pada daerah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Faktor utama penyebab pencemaran air adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan perairan seperti membuang sampah atau kotoran, limbah pabrik dan bahan kimia lainnya ke sungai, danau dan laut, dengan tidak terkendali kendatipun telah ada dengan aturan undang-undang, Peraturan Pemeritah dan Peraturan daerah.

Air merupakan kebutuhan pokok masyarakat atau rumah tangga baik untuk penyangga unsur produksi pabrikan, irigasi atau pengairan, usaha perikanan laut dan darat maupun dikonsumsi langsung seperti kebutuhan makanan dan minuman.

Sampah dan bahan kimia meresap dalam tanah kemudian merembes ke sungai atau danau menghanyutkan bahan material yang tercemar dan bakteri sehingga mengurangi kandungan oksigen disedap langsung oleh biota seperti ikan dan tumbuhan air sehingga menjadi mati. Ada pula air yang tercemar merembes ke dalam sumur galian sehingga air dikandungnya turut tercemar.

Air yang telah tercemar dijadikan sumber konsumsi masyarakat setiap hari dan anjuran memperbanyak minum air merasut kedalam tubuh berkontaminasi dengan organ tubuh vital, darah dan sebagainya mengakibatkan akumulasi zat-zat yang tidak terpakai menjadi salah satu penyebab timbulnya penyakit.

Sistem pembuangan air riol ke sungai dapat meningkatkan jumlah bahan-bahan yang tidak dapat diurai oleh bakteri (jenis tak membusuk atau non bio degradable) diantaranya racun khususnya senyawa sianid atau mineral seperti air rasa dan timah hitam. Sampah organis yang membusuk atau biodegradable dapat mengurangi persediaan oksigen yang larut disungai-sungai.

Kadar oksigen berkurang bahkan habis untuk keperlukan biota air sehingga sungai atau laut kehilangan fungsinya sebagai salah satu sumber kehidupan manusia okehnya perlu dilestarikan.

Proses pembusukkan sampah oleh bakteri masih terdapat residu dapat membentuk molekul-molekul sederhana yang mengandung unsur kalium, fosfor, nitrogen, dan lain-lain. Jika masuk ke dalam air, kehidupan air ekwivalen menyebabkan bakteri dan ganggang berkembang cepat. Hal tersebut dapat menghabiskan persediaan oksigen sehingga bakteri lain seperti anaerob menggarap sisa sampah tersebut akibatnya menimbulkan gas busuk seperti hydrogen sulfida.

Pengembangan industri perkotaan diperhadapkan dengan penanganan masalah pencemaran air baku yang lebih serius sehingga perlunya dibarengi usaha untuk mendapatkan air bersih dan sehat sebagai bahan konsumsi masyarakat. Dengan fenomena tersebut timbul upaya dari pemerintah atau lembaga lain melestarikan sumber-sumber persediaan air dengan pendidikan kesadaran lingkungan untuk menanamkan sikap peduli lingkungan, reboisasi atau penghijauan, dan pola hidup sehat sehingga air konsumsi kebutuhan manusia tersedia optimal.

Penyediaan Air Bersih dan Sehat

Air bersih untuk konsumsi langsung masyarakat bersumber dari air permukaan dan air tanah dalam adalah tidak tercemar dari bahan kimia dan biota sehingga layak untuk kesehatan. Air yang telah tercemar terlebih dahulu dimurnikan baik secara manual maupun menggunkan tehnologi.

Menurut Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto ada tiga cara pemurnian air yang dapat mengurangi tingkat pencemaran yaitu :

- Pemurnian primer caranya sangat sederhana, mudah dan murah biayanya yaitu sampah yang terbawa air disaring untuk memisahkan kresiknya dan membuang busanya. Residunya dibiarkan masuk ke dalam tangki endapan menjadi lumpur. Proses tersebut menghasilkan sekurang-kurangnya 50 % sampah yang mempunyai potensi menyaring oksigen.

- Pemurnian sekunder yaitu menggunakan bantuan oksigen dan bakteri di dalam lumpur riol yaitu menyaring sampah organic dan mengisap oksigen dalam air sehingga membiaknya ganggang dan bakteri. Kekurangan pemurnian sekunder adalah meninggalkan unsur kimia tidak produktif di dalam air, unsur nitrogen dan fosfor makin meningkat. Lewat instalansi pemurnian sekunder, zat-zat kimia itu cenderung muncul kembali dalam bentuk yang lebih lezat dan lebih mudah dicerna oleh ganggang dan bakteri.

- Pemurnian tertier telah menerapkan teknologi canggih yang dapat menyaring pencemaran lebih dari 95 % sehingga kemurnian airnya memenuhi standar air bersih. Dengan pemurnian melalui tehnologi tersebut sangat efektif, namum biaya sangat mahal salah satu tehnologi yang diterapkan adalah Sistim Reverse Osmosis (RO).

Proses RO melelui Elektrolisis metoda FDA (Food and Drug Administration) dari Biro Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat yang paling efektif untuk menguji kualitas air dan hasilnya menunjukkan adanya hubungan antara air yang tercemar terhadap kesehatan tubuh. Sistim RO mempunyai filter sediment ukuran 5 micron untuk menyaring (karet, pasir, lumut, Lumpur, kapur dan kotoran-kotoran), filter karbon menyaring (bahan-bahan organic bau, rasa, klorin, detergen dan baja kimia), filter sediment ukuran 1 micron, filter membran RO untuk menyaring (karbon, bakteri, virus, racun, logam berat dan ion logam) dan post karbon menyerap (bau, mengembalikan rasa dan menjamin rasa air).

Air baku dapat bersumber dari air permukaan (preatis) dan tanah dalam (artesis) yang sebelumnya diukur dengan PPM atau tingkat pencemaran sampai 1.000. Proses RO menghasilkan air jadi dengan PPM dari 003 – 015 untuk penyembuhan penyakit, 015-030 untuk layak dikonsumsi dan lebih dari 030 sudah kurang layak dan telah dapat memicu timbulnya keluhan. Mekanisme Sistim RO terlampir.

Usaha pengelolaan air bersih dan sehat telah banyak berkembang dalam masyarakat adalah proses UV (Ultra Violet) dengan tingkat PPM bervariasi mulai dari 100-300 pada kondisi tidak layak sehat sehingga apabila dikonsumsi harian bukan menjadi sehat alan tetapi segala gangguan tubuh atau keluhan timbul.

Pemerintah Rebulik Indonesia mengeluarkan Kepmenkes No 907/Menkes /SK/VII/2002 tentang Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Syarat air minum adalah bebas dari bahan-bahan anorganik dan organik. Dengan kata lain kualitas air minum harus bebas bakteri, zat kimia, racun, limbah berbahaya dan lain sebagainya, parameter kualitas air minum yang berhubungan langsung dengan kesehatan sesuai Permenkes tersebut adalah berhubungan dengan mikrobiologi, seperti bakteri E.Coli dan total koliform. Yang berhubungan dengan kimia organik berupa arsenik, flourida, kromium, kadmium, nitrit, sianida dan selenium. Sedangkan parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan, antara lain berupa bau, warna, jumlah zat padat terlarut (TDS), kekeruhan, rasa, dan suhu. Untuk parameter kimiawi berupa aluminium, besi, khlorida, mangan, pH, seng, sulfat, tembaga, sisa khlor dan amonia. Pencemaran air di kawasan kota-kota besar di Indonesia sangat besar dengan standar nilai yg telah di tentukan.

Dalam upaya menuju Indonesia sehat kebijaksanaan pemerintah tersebut perlu disosialisasi kepada kesuruh lapisan masyarakat melalui peran insitusi yang peduli terhadap kesehatan masyarakat dan mendorong setiap usaha pengelolaan air minum lebih serius dan bertanggung jawab mempertahankan kualitas air minum. Dengan terwujudnya koordinasi dan kerjasama yang baik pada semua pihak untuk menanamkam kepedulian terhadap pencemaran air merupakan akses yang besar pada gerakan menuju Indonesia sehat tahun 2010.

Konsepsi Kesehatan menurut WHO adalah suatu keadaan dimana kondisi fisik, mental dan social adalah baik, dan tidak hanya tergantung pada kebebasan penyakit dan kelemahan tubuh. Sehat merupakan kondisi adalah berfungsi optimalnya dari seluruh system jaringan tubuh yaitu pikiran, organ, kelenjar dan jaringan. tergantung dari kualitas makanan dan minuman yang kita konsumsi. Apabila kosentrasi makanan dan minuman tidak berimbang dengan kondisi tubuh, maka timbullah penyimpangan yaitu kurang optimalnya metabolisme sel, infeksi yang menyebabkan kondisi abnormal itulah yang disebut penyakit.

Pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia seiring dengan tidak keseimbangan konsentrasi dalam tubuh dan bertambahnya usia, bekerja tanpa istirahat akan terakumulasi menjadi keletihan dan akan kehilangan kandungan air sehingga keseimbangan cairan tubuh akan terganggu. Selain itu stress mental akibat beban kerja berlebih, dosis obat berlebih, radiasi, kontaminasi bahan-bahan kimia, alkohol, kurang beraktifitas dan gaya hidup moderen akan mempengaruhi dan merusak air dalam cairan sel tubuh merupakan proses penuaan dan pemicu timbulnya penyakit.

Upaya perbaikan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi tak lepas dari kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dalam lingkungan pemukiman yang sehat, kiranya dapat menjadi salah satu faktor penggerak dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pembangunan pemukiman harus dibarengi dengan mantapnya pembangunan prasarana lingkungan pemukiman untuk menjamin terciptanya lingkungan pemukiman yang sehat. Dalam hal pembangunan prasarana air bersih, pencapaian cakupan pelayanan air bersih masih dikatakan jauh dari target nasional.

Demikian pula dengan penyediaan air bersih pedesaan, cakupan pelayanannya masih belum dapat menjangkau pedesaan miskin dan rawan air. Permasalahan kesehatan lingkungan yang diakibatkan kurangnya cakupan air bersih, terutama di desa-desa miskin dan rawan air, semakin memburuk.

Terkadang, penyediaan air bersih relatif susah didapatkan, baik ditinjau dari struktur geografisnya, maupun morfologinya. Kondisi tersebut diperparah dengan semakin tingginya tingkat pencemaran air tanah dan air permukaan. Sehingga secara fisik, kimiawi, maupun bakteriologis, kandungan air tanah dan air permukaan harus diolah terlebih dahulu agar layak minum.

Upaya untuk membuka akses terhadap ketersediaan air bersih bagi wilayah yang tak terjangkau, perlu dilakukan dengan memanfaatkan semua potensi yang ada pada pemerintahan dan masyarakat. Namun demikian, pembangunan system air bersih melalui system perpipaan sangatlah mahal, terutama dalam investasi jaringan perpipaan.

Salah satu konsep yang sedang dirintis adalah membangun prasarana air bersih nonperpipaan skala regional yang dapat meningkatkan akses pelayanan yang lebih luas, dengan melibatkan masyarakat dan LSM dalam pendistribusiannya.

Diharapkan dengan konsep ini, mengupayakan membangun Instalansi Pengolahan Air/Water Treatment Plant (IPA/WTP) dan reservoir-reservoir air bersih yang penempatannya dapat menjangkau sasaran masyarakat miskin dan rawan air. Air bersih kemudian didistribusikan melalui kerjasama dengan kelompok usaha masyarakat kepada konsumen yang membutuhkan melalui kemasan jerigen atau galon dengan harga yang diupayakan terjangkau.

Kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan masih rendah, sehingga sungai salah satu sumber daya alam rentan tercemar. Di daerah pedesaan pun masyarakat mengalami krisis air layak untuk minum. Penggunaan pestisida berlebihan mencemari air di persawahan yang kemudian mengalir ke sungai dan dimanfaatkan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari. Tidak sedikit masyarakat desa mencuci dengan deterjen di pinggir kali. Demikian juga masyarakat pesisir kesulitan mencari air tawar. Akibatnya, mereka menggunakan air laut dengan kadar garam tinggi. Sementara itu, teknologi pengolahan air minum yang digunakan PDAM masih tertinggal. Dalam mengolah air baku menjadi air layak minum teknologi yang digunakan PDAM hanya menghilangkan bakteri E. Coli dan besi. Sedangkan kandungan karsinogen tidak pernah dilakukan.

Karena banyaknya zat organik dan nonorganik di dalam air baku, maka PDAM akan memberikan khlor ke dalam air sebagai disinfektan. Jumlah yang diberikan cukup banyak karena disesuaikan dengan jumlah zat organik yang terkandung di air. Dosis khlor cukup besar itu, bisa bereaksi dengan senyawa lain menjadi khloroform, khlorofenol, dan sebagainya. Selama ini PDAM tidak pernah menganalisa senyawa-senyawa baru akibat pemberian khlor secara berlebihan itu. Padahal, efeknya bisa memunculkan radikal bebas. Jadi, munculnya penyakit-penyakit itu sebetulnya disebabkan oleh buruknya kualitas air minum. Bahkan lanjutnya, unsur besi, deterjen, dan polutan lainnya masih dijumpai pada air meskipun penampakannya bening dan bersih.

Kontaminasi air minum yang dipasok untuk keperluan masyarakat umum dapat terjadi akibat limbah industri, limbah domestik, limbah bahan berbahaya dan beracun, korosi dari pemipaan dan juga akibat hasil samping dari proses disinfeksi dengan senyawa khlor. Proses kontaminasi dapat terjadi mulai dari sumber air baku, selama proses pengolahan ataupun pada pipa distribusinya. Oleh sebab itu, penduduk Indonesia sampai sekarang pun masih sulit terbebas dari penyakit diare, kolera, disentri hingga tifus. Sebab, penyakit tersebut berhubungan dengan air (waterborne deseases).

Hubungan antara kualitas kesehatan masyarakat dengan air bersih yang dikonsumsi saling terkait. Selain diare, tifus, kolera maupun disentri, penyakit lain yang banyak dijumpai adalah hepatitis A dan poliomelistis anterior akut.

Oleh karenanya perlu di tekankan pentingnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya zat kimia di dalam air minum. Banyak dijumpai masyarakat mengalami keracunan air minum karena adanya senyawa kimia dalam air minum melebihi ambang batas konsentrasi yang diizinkan. Sebetulnya senyawa kimia bisa secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia mencemari air minum. Beberapa zat kimia yang bersifat racun terhadap tubuh manusia adalah logam berat, pestisida, senyawa polutan hidrokarbon, zat-zat radio aktif alami atau buatan dan sebagainya. Sebagai contoh adalah nitrat yang biasa ditemukan dalam kegiatan pertanian. Pencemaran nitrat disebabkan air limbah pertanian mengandung senyawa nitrat akibat penggunaan pupuk nitrogen (urea). Senyawa nitrat dalam air minum dalam jumlah besar menyebabkan methaemoglobinameia. Penyakit ini adalah kondisi hemoglobin di dalam darah berubah menjadi methaemoglobin, sehingga darah kekurangan oksigen. Flourida (F) adalah senyawa kimia yang alami pada air di berbagai konsentrasi. Pada konsentrasi kecil sekitar 1,5 mg/l akan bermanfaat pada kesehatan gigi. Apabila konsentrasi tinggi (lebih dari 2 mg/l) menyebabkan kerusakan gigi (gigi bercak-bercak). ''Bila lebih besar lagi 3-6 mg/l menyebabkan kerusakan pada tulang. Dosis flourida di dalam air minum maksimal 0,8 mg/l.'' Unsur berbahaya lainnya adalah air raksa (merkurium, Hg) adalah logam berat berunsur racun terhadap tubuh. Limbah merkurium akibat industri pernah menimbulkan korban jiwa pada kasus Minamata Jepang, 1950. Air minum pun tidak boleh tercemar kadmium (Cd). Air minum biasanya mengandung Cd dengan konsentrasi 1 ug atau kadang-kadang mencapai 5 ug. WHO telah mengeluarkan rekomendasi kadar Cd dalam air minum sebesar 0,01 mg/l sedangkan Peraturan Pemerintah No 20/1990 kadar maksimum Cd dalam air minum sebesar 0,005 mg/l. Zat racun lainnya dalam Selenium yang biasa ditemukan di daerah seleniferous (tadah hujan). Di daerah semacam itu kandungan selenium dalam air tanah (sumur) ataupun permukaan bisa tinggi. WHO menetapkan kadar selenium pada air minum sebesar 0,01 mg/l sedangkan Peraturan Pemerintah No 20/1990 merekomendasikan kadar selenium yang diperbolehkan 0,01 mg/l. (Nda/V-Sumber: Media Indonesia Online (22/3/05).



2 komentar:

Anonim mengatakan...

Melihat kondisi air seperti yang dijelaskan di atas maka untuk pengadaan air bersih yang paling tepat adalah penggunaan teknologi reverse Osmosis,tentunya yang kapasitas besar.

PDAM dengan segala keterbatasannya,mulai biaya produksi,harga jual ke masyarakat,dll hanya mampu memproduksi air bersih dan bukan air minum.
Maka dari itu solusi yang paling tepat adalah penggunaan Reverse Osmosis.

Bagi yang ingin Informasi tambahan mengenai teknologi Reverse Osmosis ini silahkan kunjungi :

http://www.airminumisiulang.com/product/80/50/reverse-osmosis

Terima Kasih,Semoga bermanfaat.

Meidina Blog mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.