Jumat, 15 Agustus 2008

Kilas Balik Fenomena Kematian Ibu

Sebakul Sirih

Sebakul Sirih

Kesehatan ibu dapat mempengaruhi kelangsungan hidup keluarga untuk menciptakan keluarga sakinah karena terkait dengan produktifitas alat-alat reproduksi wanita yaitu rahim dan vagina yang proposional. Proposional artinya dapat berfungsi secara wajar dan optimal sesuai dengan perkembangan usia produktif wanita antara 15 tahun sampai 49 tahun. Prosesi kelahiran anak di awali dengan perkawinan dari pasangan suami istri dan setelah terjadi pembuahan hasilnya dapat bermigrasi ke ruang kandungan selama kurang lebih 9 bulan. Tumbuh kembang bayi di dalam kandungan wanita dapat menekan dan memberikan gerakan kontraksi kepada vagina, dinding dan mulut rahim sehingga masing-masing organ tubuh dan sekitarnya turut ikut andil terkait kepada tidak optimalnya fungsi organ tersebut.

Pasca persalinan pada vagina dan rahim terjadi perubahan organ biologis vital dan yang lebih tragis abnominalisasi proses persalinan yang mengarah kepada pembedahan, penjahitan karena sobekan, infeksi dan peradangan. Akibatnya adalah timbulnya pendarahan, rasa perih, rasa mual, rasa lemas dan keluarnya cairan yang dapat mempengaruhi stabilitas kondisi tubuh yang kadang berlangsung sampai 40 hari kalender. Selama kurun waktu 40 hari, vagina dan rahim di sterilkan dari gangguan benturan atau gesekan, zat-zat makanan yang memicu bertambahnya infeksi dan peradangan. Dengan dukungan penguatan badan melalui menu makanan empat sehat lima sempurna dan bantuan suplemen lainnya minimal 40 hari telah mampu menerima resiko sesuai dengan kodratnya.

Tingkat kesehatan ibu melahirkan yang optimal khususnya pasca kelahiran dapat mempengaruhi kelangsungan kesehatan dan tingkat keharmonisan rumah tangga karena ketidaksehatan seseorang dapat berpengaruh kepada kesiapan dan frekuensi hubungan intim keluarga yang optimal. Apabila tidak memiliki kondisi kesehatan seperti tersebut kemungkinan tidak terhindarkan terjadinya silang sengketa yang mengarah kepada hidup pisah bahkan berakhir dengan perceraian sehingga keluarga sakinah yang telah terbina menjadi hancur berantakan.

Upaya untuk mempertahankan keutuhan dan kesehatan ibu melahirkan di perlukan 4 JANTER.


  1. Jangan Terlalu muda
  2. Jangan Terlalu rapat
  3. Jangan Terlalu banyak
  4. Jangan Terlalu tua


Dengan keempat JANTER tersebut seorang ibu pada usia reproduksi memiliki tingkat kesehatan prima, harapan hidup lebih besar, tingkat produktifitas keluarga tinggi, ekonomi dan ketahanan keluarga terpenuhi sehingga dapat tercipta keluarga sakinah.

Sebagian keluarga tidak menghendaki atau tidak mampu tercipta sebagaimana fenomena di atas akibatnya tidak terelakkan lagi peristiwa Terlalu Muda kawin, Terlalu rapat melahirkan, Terlalu banyak smelahirkan, dan Terlalu Tua melahirkan. Apabila tidak di dukung dengan pemenuhan kebutuhan hidup dapat mengakibatkan kepemilikan kesehatan yang rendah, harapan hidup lebih kecil, tingkat produktifitas keluarga rendah, ekonomi dan ketahanan keluarga rapuh sehingga tidak dapat terhindarkan Keluarga Berantakan atau Broken Home.

Fenomena broken home yang menjadi momok masyarakat tidak dapat terelakkan. Akibatnya terjadi pisah ranjang, atau tempat tinggal sehingga secara berangsur-angsur keluarga sakinah semakin jauh dari pelupuk harapan.


Fakta Dibalik Kematian Ibu

Banyak perempuan Indonesia yang mengikuti jejak pahlawan emansipasi wanita RA Kartini untuk menuntut persamaan hak dengan kaum pria. Kini perempuan tidak lagi dipandang sebelah mata di dunia pen­didikan dan lapangan pekerjaan. Tapi Kartini sebenarnya tidak ingin perempu­an yang juga calon ibu, juga mengikuti "je­jak" nya yang lain: meninggal saat me­la­hirkan. Ya, pahlawan asal Jepara ini me­ninggal saat melahirkan anak pertama­nya akibat komplikasi kelahiran. Tragedi Kartini ini juga dialami oleh ribuan perempuan Indonesia setiap tahunnya.

Kehamilan dan kelahiran adalah hal alamiah pada perempuan. Namun setiap kehamilan atau setiap kelahiran bayi mem­bawa cerita sendiri. Hampir tidak ada cerita yang sama persis. Terlalu ba­nyak kisah kelahiran yang membahagia­kan. Si ibu selamat, jabang bayi sehat, rencana memiliki anak kedua, dan masih banyak lagi. Tetapi, tidak sedikit perempuan yang meregang nyawa saat mela­hir­kan bayi mereka. Ibu (atau bayinya) me­ninggal, atau selamat namun mesti hidup dengan gangguan kesehatan permanen yang akan mengubah hidup mereka baik secara fisik maupun emosi.

Di dunia kedokteran, ada banyak pe­nyebab kematian dan kecacatan ibu me­la­hirkan.Berdasarkan definisi WHO, ke­ma­tian maternal adalah kematian dari se­tiap wanita sewaktu hamil, bersalin dan dalam 90 hari sesudah berakhirnya ke­ha­milan oleh sebab apapun, tanpa memper­hitung­kan tuanya usia kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamil­an.

Kematian maternal dapat digolongkan menjadi 3 yaitu kematian obstetrik langsung (direct obstetric death), kematian obs­tetrik tidak langsung (indirect obstetric death), dan kematian yang terjadi ber­sa­ma­an tapi tidak berhubungan dengan ke­ha­mil­an dan persalinan, misalnya ke­ce­lakaan.

Kematian obstetrik langsung disebab­kan oleh penyulit pada kehamilan, persa­linan dan nifas atau penanganannya, mi­salnya karena infeksi, eklampsi, perda­rah­an, emboli air ketuban, trauma anes­tesi, trauma operasi dan sebagainya. Se­dangkan kematian tidak langsung dise­bab­kan oleh penyakit yang timbul selama kehamilan, persalinan, dan nifas, seperti anemia, penyakit kardiovaskular, serebro­vas­kular, hepatitis infeksiosa, penyakit gin­jal, dan sebagainya. Termasuk juga di­da­lamnya adalah penyakit yang sudah ada dan bertambah berat selama ke­ha­milan.

Pre-eklampsia adalah salah satu ka­sus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian maternal. Ke­lainan ini terjadi selama masa kelamilan dan postpartum yang akan berdampak pa­da ibu dan bayi. Pre-eklampsia seperti dilansir www.preeclampsia.org menimpa sedikitnya 5-8% dari seluruh kehamilan. Umumnya, pre-eklampsia terjadi di minggu ke 20 (akhir trimester kedua trimester ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.

HELLP Syndrome dan eklampsia ada­lah manifestasi lain yang masih satu "ke­luarga" dengan pre-eklampsia. Pre-ek­lamp­­sia dan gangguan hipertensi selama kehamilan adalah penyebab kematian uta­ma kematian ibu melahirkan dan su­dah menjadi masalah global. Diperki­ra­kan gangguan ini bertanggung jawab pa­da 76.000 kematian ibu setiap tahun. (Ba­ca selengkapnya di Racikan Utama)

Indonesia adalah salah satu negara yang masih belum bisa lepas dari belitan angka kematian ibu (AKI) yang tinggi.Bah­kan jumlah perempuan Indonesia yang me­ninggal saat melahirkan mencapai rekor ter­tinggi di Asia. Banyak angka disodorkan. Tetapi yang jelas masih ber­kisar di atas 300 kematian per 100.000 kelahiran setiap tahun. Bandingkan de­ngan Ma­lay­sia dan Thailand yang masing-masing ha­nya 30 dan 50 kematian setiap tahun. Pe­nyebab utama tingginya kema­tian ibu di In­donesia adalah pendarahan, anemia, dan infeksi. Perempuan yang me­lakukan abor­si juga ikut memberikan kontribusi.

Masalah lain di Tanah Air adalah ba­nyak perempuan hamil yang tidak mendapat pertolongan saat melahirkan, terutama di daerah yang minim fasilitas kesehatan. Bidan yang ditempatkan hingga ke desa-desa pun belum juga mampu menurunkan angka kematian ibu.

Fakta bahwa AKI masih sangat tinggi di Indonesia tidak bisa ditutup-tutupi. Pe­me­rintah Indonesia telah melakukan ber­bagai upaya dalam percepatan penurun-an AKI, diantaranya melalui upaya Safe Mother­hood, Making Pregnancy Safer, dan Ge­rak­an Sayang Ibu. Upaya-upaya ter­­sebut memerlukan kerjasama dan koor­dinasi da­ri perangkat pelayanan ke­sehatan, salah satunya adalah puskes­mas.

Terlepas dari kebijakan dan program de­ngan fokus pada sektor kesehatan, di­perlukan juga penangan dalam konteks yang lebih luas di mana kematian ibu ter­ja­di. Kematian ibu sering disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks yang menjadi tanggung jawab lebih dari satu sektor. Terdapat korelasi yang jelas an­ta­ra pendidikan, penggunaan kontrasepsi, dan persalinan yang aman. Pelayanan ke­sehatan reproduksi remaja harus dita­ngan dengan benar, mengingat besarnya masalah. Se­lain itu, isu gender dan hak-hak reproduksi baik untuk laki-laki mau­pun perempuan per­lu terus ditekankan dan dipromosikan pa­da semua level. Mam­pukah kita?

Penurunan angka kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup masih terlalu lamban untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals/MDGs) dalam rangka mengurangi tiga per empat jumlah perempuan yang meninggal selama hamil dan melahirkan pada 2015, demikian pernyataan resmi badan kesehatan dunia (WHO).

Dalam pernyataan yang diterbitkan di laman resmi WHO itu dijelaskan, untuk mencapai target MDGs penurunan angka kematian ibu antara 1990 dan 2015 seharusnya 5,5 persen per tahun .

Namun data WHO, UNICEF, UNFPA dan Bank Dunia menunjukkan angka kematian ibu hingga saat ini masih kurang dari satu persen per tahun.

Pada 2005, sebanyak 536.000 perempuan meninggal dunia akibat masalah persalinan, lebih rendah dari jumlah kematian ibu tahun 1990 yang sebanyak 576.000.

Menurut data WHO, sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran

Terlebih lagi, rendahnya penurunan angka kematian ibu global tersebut merupakan cerminan belum adanya penurunan angka kematian ibu secara bermakna di negara-negara yang angka kematian ibunya rendah.
Artinya, negara-negara dengan angka kematian ibu tinggi belum menunjukkan kemajuan berarti dalam 15 tahun terakhir ini.
Perkiraan angka kematian ibu WHO menunjukkan bahwa sementara peningkatan terjadi di negara dengan pendapatan menengah, penurunan angka kematian ibu selama periode 1990-2005 di Sub-Sahara Afrika hanya 0,1 persen per tahun.
Selama periode 1990-2005 juga belum ada kawasan yang mampu mencapai penurunan angka kematian ibu per tahun hingga 5,5 persen. Hanya Asia Timur yang penurunannya telah mendekati target yakni 4,2 persen per tahun serta Afrika Utara, Asia Tenggara, Amerika Latin dan Karibia mengalami penurunan yang jauh lebih besar dari Sub-Sahara Afrika.
Selain itu disebutkan pula bahwa lebih dari satu setengah kematian ibu (270.000) terjadi di kawasan Sub-Sahara Afrika dan 188 ribunya di Asia Selatan sehingga jika digabungkan kontribusi kedua kawasan terhadap angka kematian ibu dunia pada 2005 mencapai 86 persen.

Angka Kematian Ibu di Kendari meskipun telah berada di bawah standar nasional, yakni 150 per 100.000 kelahiran hidup, masih cenderung berfluktuasi.


Hal ini dapat dilihat dari data pada tahun 2001 sebesar 4 orang dari sasaran 5239 kelahiran. Sedangkan pada tahun 2002 AKI mengalami penurunan menjadi 1 orang dari sasaran 5239 kelahiran dan tahun 2003 kembali mengalami kenaikan menjadi 3 orang, tahun 2004 0 orang, tahun 2005 2 orang dan tahun 2006 0 orang. Masih berfluktuasinya Angka Kematian Ibu (AKI) disebabkan karena tingkat pengetahuan dari masyarakat yang masih rendah mengenai masalah kesehatan reproduksi dan pemeriksaan kesehatan semasa kehamilan.

Disamping itu kemampuan komunikasi antara masyarakat dengan tenaga medis dalam hal ini Bidan masih kurang. Hal ini tercermin dari pertolongan persalinan yang belum 100% di lakukan oleh tenaga kesehatan, meskipun pelayanan sudah mencakup seluruh kelurahan.

Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi yang meliputi: cakupan kunjungan Ibu Hamil (K1) sudah menunjukkan peningkatan. Sesuai data Dinas Kesehatan Kota Kendari pada tahun 2001 adalah 4071 jumlah kunjungan (77,10 %); tahun 2002, 4808 jumlah kunjungan (92,7 %); dan tahun 2003 adalah 5024 jumlah kunjungan (95,33 %). Sementara itu, cakupan kunjungan Ibu hamil (K4) menunjukkan penurunan. Hal ini dapat dilihat dari data pada tahun 2001 adalah 4952 kunjungan (94,52 %); tahun 2002 5040 jumlah kunjungan (97,27 %); dan tahun 2003, 4252 (80,68 %) dari jumlah sasaran 5270 kunjungan; tahun 2004, 5201 (78,54%); tahun 2005, 5319 (80,60%); tahun 2006, 5514 (82,45) dari jumlah sasaran 6688 kunjungan.



My Analize about Kisah Klasik Kematian Ibu

Melihat fenomena semakin meningkatnya angka kematian ibu dari tahun ke tahun, tentu memberi dampak bagi pembangunan. Khususnya dalam pencapaian pembangunan kesehatan di seluruh dunia. Banyak factor yang dapat mempengaruhinya, salah satunya yakni keterkaitan kematian ibu pada saat melahirkan ataupun pasca melahirkan.

Pada tulisan ini, saya mengambil 2 faktor yang mempengaruhi kematian ibu melahirkan, yakni factor internal dan factor eksternal.

1. Factor Internal

Factor internal adalah disiplin dan kinerja ibu melahirkan serta timbulnya kepedulian untuk mengurus dan merawat dirinya sendiri dengan mematuhi aturan main kehidupan keluarga sakinah di dalam pemenuhan kebutuhan primer (sandang, pangan, papan), kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier.

Komponen alat reproduksi wanita masih terlalu muda, misalnya pada umur wanita kurang 20 tahun, kondisi panggul masih terlalu sempit. Kemungkinan timbulnya penjempitan dan pendarahan dengan frekuensi dan volume lebih besar. Keseringan melahirkan atau terlalu rapat jarak kelahiran mengakibatkan syaraf-syaraf pengikat alat reproduksi dapat terjadi pembesaran dan penipisan mengakibatkan terjadinya pendarahan, sedangkan terlalu tua melahirkan yaitu unsure-unsur pengikat terlalu kendur, lentur, kekurangan cairan dan sebagainya dapat terjadinya pendarahan yang kesemuanya itu dapat membawa kematian ibu melahirkan.

Dengan fenomena tersebut, seorang ibu pasca melahirkan dapat mengalami hidup tidak teratur, istirahat dan wisata yang tidak teratur pula sehingga berakibat terhadap timbulnya berbagai penyakit kronis berbahaya misalnya gangguan lambung dan pencernaan, gangguan kelamin dan kandungan, gangguan syaraf dan organ tubuh lainnya.

Hubungan intim keluarga yang tidak rasional dan tidak bertanggungjawab dapat mempengaruhi tingkat ketidakbugaran dan ketidaksegaran, kualitas kesehatan keluarga yang rendah dan yang lebih fatal lagi adalah timbulnya infeksi vagina dan rahim, tumor atau kista serta dapat mengarah ke arah kanker.

Pola menyusui yang tidak rasional dan tidak bertanggung jawab, misalnya menghentikan penyusuan karena rekayasa sendiri untuk menjaga eksistensi diri dan sebagainya dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar payudara dan pembekuan air susu ibu atau yang lebih akrab di sebut ASI, sehingga mengakibatkan peradangan, tumor bahkan kanker payudara yang kesemuanya itu dapat membawa ke gerbang kematian ibu melahirkan.

Konsumsi makanan yang tidak proposional atau tidak memenuhi standar kesehatan sementara pada masa kehamilan membutuhkan dukungan kalori yang banyak dapat mengakibatkan terjadinya gangguan kesehatan atau pembesaran bayi, kelebihan cairan dalam kandungan, keracunan kehamilan dan sebagainya dapat mengganggu konsentrasi bayi sehingga mengalami kesulitan lahir bahkan berakhir kepada pembedahan yang berakibat pada kematian.

2. Faktor Eksternal

Factor yang bersifat eksternal, yaitu bersumber dari masyarakat dan lingkungan. Misalnya tingkatan stress atau depresi keluarga karena hubungan nter dan antar keluarga kurang harmonis. Akibatnya dapat memberikan tekanan mental yang berlebih sehingga dapat mengganggu normalisasi kehamilan seorang ibu yang berdampak pada timbulnya beberapa penyakit.

Tingkat disiplin dan kinerja ibu pasca melahirkan meningkat untuk pemenuhan kebutuhan hidup keluarga, misalnya ikut bekerja fisik dapat mengakibatkan kecapekkan, kadar hemoglobin yang rendah tentu memicu timbulnya pendarahan berlebihan sehingga dapat membawa korban jiwa.

Degradasi lingkungan air atau pencemaran air yang mengganti unsure-unsur di dalam tubuh yang mengandung helium, dkk yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan anak.


My Solution

Berdasarkan fakta yang ada, serta pendeskribsian mengenai kematian ibu secara luas yang di tinjau dari beberapa factor yang mempengaruhinya, maka untuk solusi mencegah angka kematian ibu semakin tinggi, dapat di lakukan beberapa upaya penanggulangan. Baik dari pihak pemerintah, petugas kesehatan, serta masyarakat.

Mengacu pada Indonesia sehat 2010, telah mulai kelanjutan dari program save motherhood, dengan tujuan untuk mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. MPS terfokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan terpadu dalam intervensi klinis dan system kesehatan serta penekanan pada kemitraan antar insitusi pemerintah, lembaga donor, dan peminjaman, swasta, masyarakat, dan keluarga.

  1. Family Planning atau Keluarga Berencana

Upaya yang di lakukan pemerintah di dunia international umumnya dan di Indonesia pada khususnya adalah melalui family planning atau keluarga berencana yang meliputi kegiatan pendewaan perkawinan, pengaturan kelahiran pada masa reproduksi yang berkualitas, sebagai berikut :

  1. Janter pertama “Jangan Terlalu muda usia melahirkan” melalui pendewaan usia perkawinan yaitu usia ideal bagi laki-laki minimal 25 tahun dan usia wanita minimal 20 tahun, dengan usia ideal tersebut dan perbedaan minimal 5 tahun dapat mendinamisasi keluarga sakinah.
  2. Janter kedua “Jangan Terlalu rapat melahirkan” melalui program pengaturan kelahiran dengan jarak kelahiran 3 tahun sampai 5 tahun sehingga dengan jarak tersebut fungsi organ reproduksi telah sehat kembali sehingga dapat menanggung beban kehamilan lebih lanjut.
  3. Janter ketiga “Jangan Terlalu banyak melahirkan” yaitu dengan konsep keluarga kecil berkualitas yaitu 2 sampai 3 orang anak atau maksimal 3 kali persalinan. Dengan jumlah tersebut terjadi penyehatan dan aktifitas ibu rumah tangga yang prima dan kesempatan untuk peningkatan ekonomi dan ketahanan keluarga dapat terwujudkan.
  4. Janter keempat “Jangan Terlalu tua melahirkan” yaitu dengan konsep usia maksimum melahirkan 35 tahun karena pada usia tersebut organ tubuh sudah tidak kondusif untuk menanggung resiko kehamilan.

Perwujudan upaya-upaya tersebut dapat terencana dan berstruktur yaitu bagi yang memiliki pengendalian hawa nafsu coitus yang luar biasa dapat di lakukan dengan system pantang berkala atau system kalender berdasarkan siklus mestruasi wanita. Cara tersebut akan berhasil apabila siklus menstruasi wanita lebih normal atau sesuai dengan jadwal bulanan. Implikasi kegagalan system kalender pada kehamilan adalah tindakan aborsi dengan alternative pengurekkan dan operasi yang membawa kematian.

Ketidakmampuan keluarga dengan system kalender dapat di lakukan dengan penggunaan alat kontrasepsi lainnya. Misalnya alat kontrasepsi hormonal dan non hormonal untuk penundaan, pengaturan dan mengakhiri kelahiran.

  1. Peningkatan Ekonomi dan Ketahanan Keluarga
  1. Ekonomi Keluarga

Pembentukkan keluarga sakinah dengan perencanaan jumlah dan jarak yang ideal harus di dukung dengan aktifitas penunjang yaitu keterlibatan diri untuk mengurus peningkatan pendapatan keluarga misalnya melalui koperasi keluarga atau Usaha Peningkatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pembentukan keluarga sakinah salah satu unsure penting adalah upaya pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan, dengan UPPKS aktifitas dan produktifitas keluarga meningkat dan hasilnya di salurkan atau di pasarkan sehingga pendapatan keluarga meningkat.

Dengan penerapan konsep 4 Janter ibu melahirkan memiliki kesempatan untuk menumbuhkembangkan UPPKS sehingga dapat terjalin hubungan antar dan inter keluarga yang harmonis.

  1. Ketahanan Keluarga

Dinamisasi keluarga sakinah adalah ketahanan keluarga melalui program Pendidikan Usia Dini atau Padu dan Bina Keluarga Balita (BKB) untuk memberdayakan keluarga dalam peningkatan pendapatan dan ketahanan keluarga.

Program BKB dapat di kelola dari rumah tangga, oleh dan untuk ibu rumah tangga untuk menumbuh kembangkan anak balita sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak secara wajar dan optimal.

Dengan penerapan konsep 4 Jenter ibu melahirkan, memiliki kesempatan untuk menumbuh kembangkan ketrampilan dan karakter anak melalui BKB bersama anggota keluarga lainnya sehingga dapat terjalin hubungan antar dan inter keluarga yang harmonis.