Jumat, 28 Maret 2008

RENUNGAN BUAT KAULA MUDA

Kemaren saya seharian ngendap di warnet. Ga tau mo nyari apa. Kebetulan ada teman yang minta di antar ke warnet. Takut di culik katanya,,hehehhe.... So, saya mengantarnya. Teman saya itu sibuk mencari tugas. Saya tidak mau mengganggunya, mesti telah ku tawarkan jasaku untuk membantu mencarikan tugasnya.

Dari pada bengong ngeliatin dia hunting tugas, jadinya saya nyewa 1 KBU juga, masih bingung dengan apa yang hendak saya cari. Akhirnya saya buka-buka situs yg saya tau. Dan entahlah, sampai mataku benar-benar fokus menatap monitor kompie yang menceritakan kisah hidup seorang opa.

Dan kisahnya itu saya jadikan sebagai pegangan hidup alias salah satu filsafah hidup saya. Begini kisahnya :

Kata opa ; Sejak masa muda saya menghabiskan waktu saya untuk terus mencari usaha yang baik untuk keluarga saya, khususnya untuk anak-anak yang sangat saya cintai. Sampai akhirnya saya mencapai puncaknya dimana kami bisa tinggal dirumah yang sangat besar dengan segala fasilitas yang sangat bagus. Demikian pula dengan anak-anak saya, mereka semua berhasil sekolah sampai keluar negeri dengan biaya yang tidak pernah saya batasi. Akhirnya mereka semua berhasil dalam sekolah juga dalam usahanya dan juga dalam berkeluarga.

Tibalah dimana kami sebagai orangtua merasa sudah saatnya pensiun dan menuai hasil panen kami. Tiba-tiba istri tercinta saya yang selalu setia menemani saya dari sejak saya memulai kehidupan ini meninggal dunia karena sakit yang sangat mendadak. Lalu sejak kematian istri saya tinggallah saya hanya dengan para pembantu kami karena anak-anak kami semua tidak ada yg mau menemani saya karena mereka sudah mempunyai rumah yang juga besar. Hidup saya rasanya hilang, tiada lagi orang yang mau menemani saya setiap saat saya memerlukan nya.

Tidak sebulan sekali anak-anak mau menjenguk saya ataupun memberi kabar melalui telepon. Lalu tiba-tiba anak sulung saya datang dan mengatakan kalau dia akan menjual rumah karena selain tidak effisien juga toh saya dapat ikut tinggal dengannya. Dengan hati yang berbunga saya menyetujuinya karena toh saya juga tidak memerlukan rumah besar lagi tapi tanpa ada orang-orang yang saya kasihi di dalamnya. Setelah itu saya ikut dengan anak saya yang sulung. Tapi apa yang saya dapatkan ? setiap hari mereka sibuk sendiri-sendiri dan kalaupun mereka ada di rumah tak pernah sekalipun mereka mau menyapa saya. Semua keperluan saya pembantu yang memberi. Untunglah saya selalu hidup teratur dari muda maka meskipun sudah tua saya tidak pernah sakit2an.

Lalu saya tinggal dirumah anak saya yang lain. Saya berharap kalau saya akan mendapatkan sukacita di dalamnya, tapi rupanya tidak. Yang lebih menyakitkan semua alat-alat untuk saya pakai mereka ganti, mereka menyediakan semua peralatan dari kayu dengan alasan untuk keselamatan saya tapi sebetulnya mereka sayang dan takut kalau saya memecahkan alat-alat
mereka yang mahal-mahal itu. Setiap hari saya makan dan minum dari alat-alat kayu atau plastik yang sama dengan yang mereka sediakan untuk para pembantu dan anjing mereka. Setiap hari saya makan dan minum sambil mengucurkan airmata dan bertanya dimanak ah hati nurani mereka?

Akhirnya saya tinggal dengan anak saya yang terkecil, anak yang dulu sangat saya kasihi melebihi yang lain karena dia dulu adalah seorang anak yang sangat memberikan kesukacitaan pada kami semua. Tapi apa yang saya dapatkan? Setelah beberapa lama saya tinggal disana akhirnya anak saya dan istrinya mendatangi saya lalu mengatakan bahwa mereka akan mengirim saya untuk tinggal di panti jompo dengan alasan supaya saya punya teman untuk berkumpul dan juga mereka berjanji akan selalu mengunjungi saya.

Sekarang sudah 2 tahun saya disini tapi tidak sekalipun dari mereka yang datang untuk mengunjungi saya apalagi membawakan makanan kesukaan saya. Hilanglah semua harapan saya tentang anak-anak yang saya besarkan dengan segala kasih sayang dan kucuran keringat. Saya bertanya-tanya mengapa kehidupan hari tua saya demikian menyedihkan padahal saya bukanlah orangtua yang menyusahkan, semua harta saya mereka ambil. Saya hanya minta sedikit perhatian dari mereka tapi mereka sibuk dengan diri sendiri.

Kadang saya menyesali diri mengapa saya bisa mendapatkan anak-anak yang demikian buruk. Masih untung disini saya punya teman-teman dan juga kunjungan dari sahabat-sahabat yang mengasihi saya tapi tetap saya merindukan anak-anak saya.

Sumpah, saya nangis waktu baca kisah opa itu. Bisa di bayangkan betapa buruknya rupaku ketika pipiku bermolase dengan linangan air mata. Tak peduli dengan keadaan warnet yang rame. Sampai saya menyadari, bahwa teman2 saya sudah mengepung KBU yang saya sewa dan turut membaca artikel yang membuat saya nangis.

Saya jadi ingat nenek di kampung. Jujur, saya tidak suka dengan nenek saya itu. Bukan karena apa2nya, tapi beliau selalu menginginkan saya seperti apa yang beliau kehendaki. Mulai dari perawatan kini-kitu, sampai hal-hal yang kadang tidak masuk dalam akal sehatku. Saya menyadari, pastinya semua arahan beliau kelak bermanfaat untuk saya. Apalagi saya seorang “wanita”.

Sejak membaca artikel itu, perlahan saya mengubah sikap yang “cool” pada nenek-kakekku. Saya makin memperhatikan mereka, bahkan saya rela di pasung kalo keras kepala ga mau nurutin nasehat nenek. Tapi nasehat yang baik loh!!!!! Saya ga mau nenek-kakekku jadi terlantar karena kesibukkan anak-anaknya. Ok, anaknya boleh sibuk karena mencari nafkah untuk cucu-cucu kakek-nenek. Tapi mestikah seorang cucu turut tidak memperhatikan nenek-kakeknya? Padahal kalau ga ada kakek-nenek, apa saya terlahir sebagai wanita di muka bumi ini? Ya, rabb.. ampuni saya selama ini... selalu cuek pada kakek-nenekku.

Anyway, waktu saya kecil dulu.. saya dekat kok sama kakek-nenek. Perubahan sikap saya terjadi, ketika saya mulai beranjak dewasa. Gitu dehhh mau mencoba mandiri secara amatiran!!!! Hehehhee... Tapi saya tidak menyadari kalau semua nasehat, peraturan-peraturan bahkan tips-tips kehidupan bukti kasih sayang mereka. Saya baru nyadar, ketika bener2 sudah memasuki usia rmaja~dewasa. Fase yang amat sulit bagi yang tidak memiliki benteng pertahanan..

Ok, back ke masalah “opa” tadi. Hmmm segitu tega-nya-kah anak2 opa? Sampe mengirim orang tua mereka ke panti jompo dengan alasan yang tidak masuk akal? Naudzubillah min dzalik. Padahal hampir seluruh kehidupan opa, tercurahkan hanya untuk mereka.

Sampai hatikah kita membiarkan para orangtua kesepian dan menyesali hidupnya hanya karena semua kesibukan hidup kita. Bukankah suatu haripun kita akan sama dengan mereka, tua dan kesepian ?

Tidak ada komentar: